Teruntuk Dirimu di Masa Lalu, Maaf Aku Masih Saja Suka Mengemas Rindu

Juni 23, 2022


“Sial! Aku kembali terperangkap dan tenggelam dalam lamunanku. Nafasku terasa sesak. Aku teledor, karena tak pakai pelampung. Padahal angan semu tentang dirimu membawaku jatuh sedalam palung.”

Aku tak ingat lagi sudah sejauh mana aku berlari. Sampai hari ini, langkah kakiku berjalan tegas melawan arahmu, namun hatiku diam-diam justru berjalan mengikutimu. Aku mulai menyadari bahwa jarak yang kubuat untuk memisahkan aku dan kamu tak membuatku lupa dengan kisah yang kita mulai dengan malu-malu.

Diingatanku, masih jelas terekam bagaimana aku dan kamu mengawali kebersamaan kita. Andai kamu tahu, rasa syukur tak henti-hentinya mengalir dalam hatiku. Kala itu bahagia kita meluap tak terukur. Aku merekam setiap detiknya untuk kuputar lagi sebelum tidur. Sebab, mengingat kembali kenangan yang kita lalui membuat diriku sangat terhibur. 

Tapi tak kusangka, ingatan yang semula hangat sekarang terasa seperti memeluk granat, menghancurkan segala harap dan hanya menyisakan sekarat. Sungguh.

Sikapmu tak lagi sama. Tapi begitulah keadaannya, manusia rentan berubah. Dirimu bukan lagi seseorang yang berada di sisiku dengan penuh kerelaan, matamu yang selalu memandangiku dalam-dalam, kini hanya sesekali melirik saja.

Aku tak tahu, entah kamu yang berubah atau aku saja yang tak lagi kau pandang dengan sempurna. Salahku saja yang berharap bahwa dirimu akan selalu sama, persis seperti di awal kita berjumpa. Padahal jelas aku tahu di dunia ini semua orang pasti akan berubah, cepat atau lambat. Namun saat aku memutar ingatan tentangmu setiap malam, sosok yang tertampil dalam bayangku tetaplah kamu, seseorang yang mengisi hariku dulu. Bukan kamu yang saat ini menjalani hidup dengan baik-baik saja tanpa hadirku.

Sekarang kenyataannya kamu masih berada dekat dari tempatku berdiri, tak sejauh yang kupikir saat kamu memilih pergi. Bahkan entah mengapa saat aku kembali memandangmu malah mengundang rasa nyeri.

Aku masih belum bisa melepaskan perasaan sakit yang terlahir setelah pertengkaran kita yang terakhir. Berbagai macam cara untuk berdamai sudah kucoba, namun nampaknya hatiku sudah terlanjur hancur dan terburai. Lucunya, dalam keadaan yang tak baik-baik saja pun hatiku masih menggenggam namamu dengan eratnya. 

Aku kembali memandangimu, kali ini lebih jauh dari tempatku sebelumnya. Kamu masih di sana, dengan jemari yang juga belum terisi. Sayang sekali, tanganku terlalu kasar untuk menggamitnya kembali. 

Aku hanya diam dan terpatung memandangimu. Kau perlahan mendekat dan mengajakku untuk berbicara. Harusnya aku bahagia bukan? Tapi kali ini rasanya aneh sekali, perasaan rindu yang didiamkan membumbung, seharusnya mereda saat aku dan kamu kembali bertemu dan tersambung. Kembali berbicara denganmu rasanya seperti berkenalan dengan seseorang yang baru, entah kamu yang menjadi asing, atau harapanku yang sudah usang; tidak akan lagi menjadi nyata, sebab sosok yang kucari dalam dirimu sudah menjadi sebatas cerita.

Aku merasakan sesak di dada, sesak seperti merindukan seseorang yang telah tiada. Perlahan aku pun menyadari bahwa kamu yang tersayang mungkin hanya abadi dalam pikiran. Dan aku rela menenggelamkan diri pada lamunan tentangmu, berulang-ulang. Sebab hanya itulah caraku menghidupkanmu. 

Kau tak perlu tanyakan berapa malam yang kuhabiskan untuk mengingatmu dengan termenung dalam lamunan. Aku sendiri pun sudah tak sanggup lagi untuk menghitungnya. Tapi lagi-lagi aku tersadar, kita hanya sekedar cerita yang diulang-ulang ingatan. Karena sekarang aku adalah seseorang yang sudah kamu simpan rapi di masa lalu.

You Might Also Like

0 komentar

Ads Here

Sidebar Ads

Like us on Facebook

Follow Instagram