Dua, tetap dua

September 09, 2012


Tak seindah hati yang lembut saat menyapa. Tak seputih salju saat menyahut. Sering berbuat luka tiap saat. Kadang sadar, namun berpura-pura. Semua menjadi kebiasaan yang mendarah daging. Hingga terbawa dalam laut kesalahan dan dihempaskan gelombang saat hadir. Hingga terdampar kedasar hati terdalam. Membuat luka yang akan terus membekas. Beku tak tercairkan menyimpan sejuta kesakitan.

Satu dan dua tak bisa disandingkan. Satu akan terus menjadi pertama dan dua akan terus berada dibelakang satu. Dua takkan pernah bisa menjadi yang pertama saat bersanding dengan satu. Bahkan tiga dan empatpun melangkahi dua. Membuatnya terus berada dibelakang. Mengalami kesedihan, tersingkirkan dan tak dianggap.

Berontak sering diperoses. Namun tak menghasilkan buah. Tetap diam berjalan ditempat. Menunggu arahan untuk maju dan mundur. Siap terhempas dalam laut luka. Itu yang bisa dinanti. Hembusan keberanian hanya secuil. Terkalahkan akan argument panjang kali lebar yang dinyanyikan. Dua selalu berhenti ditengah jalan buntu. Bingung mencari penerang untuk keluar dari jalur. Mengalah, memendam dan diam itu yang dilakukan. Tak pernah berani menggeser peraduan satu.

Proses tak dianggap mulai melekat. Perbedaan satu, dua, tiga dan empat terus mengejar. Dakwah akan kebencian mulai beredar. Saat setan mulai melantunkan kata. Obat dokter tak mempan melawan kebencian. Nyanyian rohanipun demikian. Tendanganh bola kebencian terus membara. Kuda-kuda pertahanan tak mampu menangkis. Hingga masuk ke gawang kehancuran. Dua, tetap dua.


You Might Also Like

0 komentar

Ads Here

Sidebar Ads

Like us on Facebook

Follow Instagram